27 Februari 2013

Antara Ibu dan Langit

Kala sore hadir menerka hari yang melelahkan,akupun hanya duduk santai dialun-alun teras rumahku sambil membawa sebuah buku dan music player dengan genre jazz classic sebagai pengantarnya. Tak sadar kulihat langit luas terhampar bebas dengan begitu indahnya,belum sempat aku mengagumi indahnya salah satu kekuasaan allah,aku tersadar kalau seseorang telah meneriakkan namaku berulang-ulang tanda perintah agar diriku cepat menghadap dirinya. Dia bukan seorang raja yang kuat nan berkuasa,dia hanyalah seorang wanita yang sudah cukup berumur tapi belum dapat kita golongkan dalam usia tua. Ya benar,dialah wanita terhebat yang pernah ada dimuka bumi,dia ibuku. Orang yang dengan tulus dan ikhlasnya membawaku ke dunia lalu membesarkanku dengan segala upaya yang dilakukannya agar diriku tumbuh secara positif. “Vin,tolong belikan ibu sebotol kecap manis, nampaknya masakan ibu terasa kurang tanpa kecap”  ujar ibuku seraya memerintahkanku untuk membeli sebotol kecap manis, “Ahh,mengapa ibu tak menyuruh adik saja? Saya sedang malas”  ucapku menolak.  Wajahnya yang tadinya terlihat sedikit berharap akan anaknya bisa diseraya,lantas berubah mimiknya menjadi sorot yang kecewa. Akupun pergi meninggalkannya keluar rumah,kembali ke teras rumahku. Entah apa yang sedang kukerjakan,setauku aku sedang tidak melakukan apa-apa selain menatap langit sembari mendengarkan lagu,terlintas dibenakku “Ahh mengapa aku begitu bodoh menolak perintah orang yang paling sempurna bagiku?” Aku terus memaki diriku sendiri seraya terus menatap indahnya biru langit. Speechless,tak tahu harus berkata apa. Aku pun lantas pergi masuk kedalam bilik rumahku,kembali menemui orang yang telah aku buat sakit hati beberapa menit yang lalu. “Bu,maaf vino tadi sedang ada pekerjaan,mari bu sini vino belikan kecapnya”  ujarku seraya memegang tangan ibuku. “Oh iya vin,ini uangnya. Hati-hati ya vin”  pesan ibuku sambil merogoh kantong lalu memberikan beberapa kertas uang. Hatiku bertambah berkecamuk ketika mendapat pesan dari ibuku barusan,bagaimana tidak? Jarak rumahku dengan toko yang akan kusambangi hanyalah beberapa langkah,tidak lebih jauh dari 100 meter,tetapi ibuku tetap memberikan sedikit pesan untuk setidaknya berhati-hati dalam perjalanan walaupun dirinya tahu jarak rumah dengan toko tidaklah jauh. Subhanallah gumamku dalam hati,begitu mulianya hati wanita itu,padahal baru saja kulihat dari ekspresi raut wajahnya kalau dirinya sedang kecewa akibat dari penolakan yang tadi kulakukan. Kukira dia merasakan sedikit sakit hati,akan tetapi dirinya tetap saja memberikanku sedikit pesan yang menandakan bahwa dirinya tidak pernah menyimpan sedikit amarah apalagi dendam terhadap diriku. Lalu pergilah diriku ke toko tersebut,lantas kubeli kecap manis pesanannya dan terlintas gagasan dalam fikiranku untuk memberikannya sebuah cokelat yang jelas aku tahu bahwa benda itu merupakan panganan kesukaannya dari dahulu. Sampainya kerumah aku lantas memberikannya kecap dan sisa kembalian uang dari pembelianku tadi, lalu selang beberapa menit,aku yang daritadi hanya memandangi wajahnya yang nampak cantik walau sudah tak lagi muda,lantas memberikannya sebuah cokelat yang kubeli ditoko tadi. “Ini bu untuk ibu,vino tau ini kesukaan ibu” ujarku. “Terimakasih vino,kau memang tahu kesukaan ibu dari dulu”  ucap ibuku seraya menerima cokelat itu dengan tangan kanannya. Terlihat wajah gembira sekaligus terharu yang tergambar jelas dari ekspresi wajahnya. Senangnya hatiku melihat orang yang paling spesial dalam hidupku dapat terlihat senang karena diriku. “Terimakasih bu,vino sayang ibu” ucapku dari dasar hati. Dia balas hanya dengan sebuah senyuman manis yang dibarengi dengan gerakan memelukku.

Well,dari segelintir kisah diatas readers pasti sudah pernah mengalami hal tersebut,jika kita benar-benar telaah,sesungguhnya rasa bersalah vino tadi timbul usai dia terus memandangi hamparan langit nan luas. Dari situ kita bisa dapatkan satu poin bahwa dikala kita menginginkan ketenangan dan kedamaian dalam guna mendapatkan suatu inspirasi ataupun pencerahan,ada baiknya pandanglah langit biru nan luas. Dari segelintir kisah diatas kita juga bisa menarik kesimpulan bahwa,jangan takut mengakui kesalahan dengan siapapun,terutama dengan orangtua kita. Usahakan jangan pernah membuatnya kecewa. Bahagiakanlah walau hanya dengan hal kecil. Satu lagi,ada persamaan antara Ibu dan Langit,keduanya terlihat indah setiap saat dan sangatlah memiliki tingkat yang tinggi dalam segala aspek,termasuk untuk ditaklukkan. Ingat ibu sangatlah sukar untuk ditaklukkan (Di buat dendam akan pola anaknya) karena memang ibu merupakan manusia paling sempurna psikisnya dibanding siapapun.


Semoga cerita pendek diatas mampu memotivasi ataupun sedikit merubah jalan fikiran kalian yang masih sering menganggap orangtua kita sebagai sosok yang kerap terabaikan. Semoga bermanfaat My Readers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar